

GARUT | N-24JAM – Ketegasan dan kejujuran kembali ditunjukkan oleh R. Aas Kosasih, S.Ag., M.Si., mantan anggota DPRD dan mantan Ketua BAZNAS Garut. Dalam pernyataan terbarunya, Aas mengungkapkan kondisi memprihatinkan terkait lemahnya komunikasi dan administrasi internal Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Garut, yang berimbas langsung pada macetnya fungsi pengawasan.
Ketika ditemui di kediamannya, Rabu (6/08/2025), Aas menyebut bahwa dirinya yang kini menjabat sebagai anggota Dewan Pengawas BAZNAS merasa “terpenjara” oleh sistem yang tidak berjalan. SK tidak kunjung diberikan, honorarium tidak jelas, bahkan ia mengaku tak bisa mengakses layanan atau berkomunikasi dengan staf BAZNAS.
“Saya ini Dewan Pengawas, tapi tidak bisa mengawasi. Bahkan untuk menghubungi staf BAZNAS pun tidak bisa karena nomor saya diblokir. Ketika masyarakat butuh bantuan ambulans, saya tidak bisa bantu. Apa fungsi saya kalau begini?” katanya.
Dewan Pengawas, menurutnya, memiliki mandat untuk mengawasi seluruh rangkaian kegiatan BAZNAS, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan. Namun tanpa dukungan komunikasi dan administrasi yang baik, seluruh proses itu tak bisa dijalankan.
“Saya ingin mengawasi, saya ingin memastikan BAZNAS berjalan sesuai undang-undang. Tapi saya tidak diberikan akses, tidak diberikan kepastian hukum. Saya tahu bagaimana mengelola zakat, saya pernah pimpin BAZNAS ini. Tapi sekarang, saya dibungkam oleh sistem yang lemah,” ungkap Aas, lirih.
Lebih memprihatinkan lagi, Aas menyoroti praktik pendistribusian zakat yang saat ini dilakukan tanpa dasar SOP yang diperbarui. Ia mengingatkan bahwa tanpa SOP, semua kebijakan bantuan berisiko menjadi temuan hukum, bahkan bisa merembet ke ranah pidana.
“Setiap bantuan, baik untuk individu atau kelompok, harus ada dasar SOP. Kalau mau diubah, silakan, tapi harus dibuat SOP baru yang resmi. Jangan main bagi-bagi bantuan tanpa prosedur, ini bukan organisasi keluarga, ini lembaga publik,” tegasnya.
Ia juga mengaku sudah menyampaikan permasalahan ini kepada Ketua Dewan dan Sekretaris Dewan yang baru, namun karena kesibukan masing-masing pihak, hingga kini belum ada langkah konkret. Rapat koordinasi pun belum pernah difasilitasi oleh Pemda, meskipun sudah diminta berkali-kali.
“Saya malu kalau harus datang sendiri ke kantor BAZNAS. Saya ini pengawas. Masa harus mengetuk-ngetuk pintu sendiri? Saya bukan pengemis, saya ini menjalankan tugas,” tegasnya.
Di akhir keterangannya, Aas menekankan bahwa suara dan kritiknya bukan bentuk perlawanan, melainkan bentuk kecintaan dan kepeduliannya terhadap lembaga zakat yang pernah ia pimpin.
“Saya ingin BAZNAS Garut kembali dipercaya. Kalau sistem pengawasan dikebiri, lalu bagaimana masyarakat bisa yakin zakat mereka dikelola dengan baik? Saya hanya ingin kita kembali ke jalur yang benar,” pungkasnya.
Sebagai solusi, ia berharap Bupati Garut segera mengambil langkah konkret dengan memanggil ketiga Dewan Pengawas BAZNAS yang terlibat untuk menyelesaikan permasalahan secara terbuka dan administratif. Ia menegaskan, saatnya Pemkab Garut turun tangan sebelum krisis kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat semakin meluas. ***